BOGOR, mediabhayangkara.id — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencoreng wajah pelayanan publik di Kabupaten Bogor. Kali ini, sorotan tertuju pada Terminal Leuwiliang setelah tangkapan kamera memperlihatkan seorang pria berseragam Dishub diduga menerima uang dari sopir pick up di pintu masuk terminal, Rabu siang (5/11).
Adegan itu kembali memunculkan kegelisahan lama yaitu praktik pungli di sektor transportasi tampaknya belum benar-benar diberantas. Yang menjadi perhatian publik bukan semata transaksi mencurigakan tersebut, tetapi ‘ketidakjelasan identitas pria berseragam Dishub’. Apakah ia petugas resmi, atau justru individu yang memanfaatkan seragam untuk mencari keuntungan?
Kondisi ini mempertanyakan sejauh mana sistem pengawasan internal mampu mencegah penyalahgunaan atribut yang seharusnya melambangkan kedisiplinan dan pelayanan.
Seorang sopir pick up yang keberatan disebut namanya mengaku resah.
“Sopir jadi serba salah. Mau nolak takut ribut, mau ngasih juga kesel. Kalau ini bukan petugas resmi, lebih bahaya lagi,” ujarnya.
Pihak Terminal Klaim Bukan Petugasnya, Publik Bertanya: Lalu Siapa?
Kepala Terminal Leuwiliang, Wahyu, dengan tegas membantah bahwa pria dalam foto tersebut adalah bagian dari personel resmi terminal.
“Ijin kang, itu bukan anggota saya. Akang bisa ke Danpos, pak Torus di depan. Saya klarifikasi dulu ke pak Torus,” kata Wahyu melalui pesan seluler, Rabu (5/11/2025).
Bantahan itu justru membuka pintu pertanyaan baru. Jika benar bukan petugas, bagaimana seseorang berseragam Dishub dapat beroperasi begitu leluasa di area terminal yang seharusnya terkontrol?
Hingga berita ini dipublikasikan, Torus selaku Danpos Terminal Leuwiliang belum memberikan keterangan.
Fenomena serupa bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya, dugaan pungli oleh oknum berseragam Dishub juga pernah marak di Rancabungur, Ciawi, Ciomas, hingga Tenjo. Pola yang berulang ini memunculkan dugaan bahwa atribut Dishub terlalu mudah diperoleh atau diawasi, sehingga rawan disalahgunakan.
Bupati Bogor Rudy Susmanto pernah menegaskan agar praktik pungli tidak menjadi budaya, namun kasus terbaru justru menunjukkan masih adanya celah yang belum tertutup.
Pengamat menilai, tanpa pengawasan ketat dan verifikasi identitas rutin di lapangan, masyarakat akan kembali menjadi korban praktik liar yang sulit dilacak pelakunya.
Warga Leuwiliang, Ade berharap pemerintah daerah bergerak cepat melakukan investigasi.
“Yang kami butuhkan kepastian: siapa pun pelakunya harus segera ditindak. Kalau dibiarkan, makin berani nanti,” ujar seorang warga.
Publik mendesak Dishub memperketat sistem kontrol, mulai dari pendataan personel, penggunaan seragam resmi, hingga penindakan terhadap siapa pun yang menyalahgunakannya.
Ini menjadi cermin bahwa seragam tidak selalu menjamin legitimasi dan kebocoran pengawasan dapat menciptakan ruang bagi oknum—baik resmi maupun gadungan untuk meresahkan sopir dan pelaku usaha di terminal. (Red)
publikasi HR

Social Footer