SURABAYA, mediabhayangkara.id – Senator muda asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, menjadi tamu dalam Podcast Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Dalam perbincangan yang berlangsung hangat, ia mengulas perjalanan hidup, nilai-nilai yang membentuk dirinya, serta komitmennya memperjuangkan kepentingan daerah di DPD RI.
Dikenal sebagai salah satu perempuan milenial yang berkiprah di tingkat nasional, Dr. Lia menuturkan bahwa perjalanan kariernya tidak terlepas dari pengalaman masa kecil, pendidikan, serta lingkungan keluarga yang membentuk karakter kepemimpinannya. Perbincangan tersebut dipandu oleh Dr. Sunanto, dosen S1 PGSD Unusa, pada Kamis (11/12/2025).
Menjawab pertanyaan mengenai tantangan sebagai perempuan muda yang memegang amanah politik sekaligus peran domestik, Ning Lia menekankan pentingnya manajemen diri dan komunikasi.
“Saya belajar memahami ritme hidup. Ada masa untuk keluarga, ada masa untuk bekerja. Yang penting adalah disiplin, amanah, dan komunikasi yang baik. Perempuan bisa kuat, tapi juga tetap hangat,” ujar Ning Lia.
Menurut Lia, perempuan inspiratif bukan sekadar yang tampil di ruang publik, tetapi juga yang mampu menjaga amanah keluarga dan sosial secara seimbang.
Menurut Ning Lia, sangat penting pembangunan jangka panjang yang tidak terputus karena pergantian kepemimpinan. Ia menegaskan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai fondasi pembangunan nasional yang konsisten.
“PPHN bukan hanya dokumen. Ini adalah fondasi yang memastikan pembangunan tidak berubah setiap lima tahun. Kita harus punya arah yang jelas agar visi bangsa tetap kokoh,” tutur Ning Lia.
Gagasannya diperkuat dari berbagai diskusi dengan akademisi dan pakar kebijakan yang ditemuinya selama bertugas.
Putri tokoh ulama ternama KH Maskur Hasyim itu menceritakan perjalanan masa remaja yang berperan besar membentuk empati dan pemikirannya. Pada masa SMP, ia gemar menulis cerita pendek dan catatan harian. Salah satu tulisannya yang dibaca kakaknya menjadi titik balik kepercayaan diri.
“Saya kaget waktu kakak bilang, ‘Siapa yang nulis? Bagus sekali ceritanya.’ Dari situ saya sadar mungkin saya punya bakat,” kenang Ning Lia.
Sejak saat itu, ia semakin aktif menulis, termasuk pesan-pesan reflektif tentang kemanusiaan. Salah satu kalimat yang ia tulis sebagai bentuk empati untuk anak-anak di daerah konflik berbunyi.
“Di mana pun kamu berada, jangan pernah merasa sendiri. Di luar sana selalu ada orang yang mengingatmu dan menyayangimu,” kata keponakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa tersebut.
Senator Cantik itu menyebut menulis sebagai ruang untuk menumbuhkan empati yang kelak menjadi bagian penting dari kiprahnya sebagai senator.
Sebagai perempuan milenial, alumni Doktoral Uinsa itu mengaku sering ditanya soal usia. Namun baginya, kemudaan bukan soal angka.
“Pada akhirnya saya sadar, semangat itu yang membuat kita tetap relevan,” ujar Ning Lia.
Perempuan peduli pendidikan, kesehatan dan lingkungan itu ingin hadir sebagai sosok yang dapat menjadi “kakak” bagi generasi mahasiswa bukan figur publik yang jauh dari realitas mereka. Dengan latar belakang pendidikan Islam dan ekonomi, ia terus membawa nilai-nilai moral dan humanisme dalam menyikapi isu global, termasuk Palestina.
“Melihat orang bersepeda sambil membawa bendera Palestina itu menyentuh hati saya. Itu tanda dunia semakin peduli,” ungkapnya.
Senator yang didapuk menjadi Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai versi ARCI 2025 itu menyampaikan pesan sederhana namun kuat untuk perempuan muda yang ingin berkiprah di ruang publik. “Beranilah membaca realitas. Jangan berhenti belajar. Dan pegang integritas. Dunia publik membutuhkan perempuan yang kuat, cerdas, dan berhati lembut,” pungkas. (*/HR)
Social Footer