SURABAYA, - Dana Komite sebesar Rp. 100/150 ribu perbulan SMAN 12 Surabaya menimbulkan asumsi publik yang negatif pada Dunia Pendidikan.
Tahun ajaran 2024/2025, SMAN 12 Sirabaya memiliki siswa/i sebanyak 1300 murid, setiap siswa/i diwajibkan membayar uang sekolah sebesar Rp.150.000 x 1300 murid maka menghasilkan uang sebesar Rp.195.000.000. Setiap bulannya, itu berarti ada Rp. 2.4 Milyar setahun yang berhasil dikumpulkan.
Padahal, dalam Permendikbud No 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, berikut aturan, larangan dan sanksi tentang pungutan dan sumbangan pendidikan. “Pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik, orang tua, atau wali murid".
argumentasi Kepala Sekolah ketika membuat pembenaran yang mengatakan jika Pungutan tersebut murni dilakukan oleh Komite agaknya sudah basi, “Ini bukan pungli, karena sudah diputuskan melalui rapat orangtua siswa dengan Komite,” selalu kalimat tersebut yang terus-menerus kita dengar.
Sudah jelas-jelas dilarang, tapi masih banyak sekolah yang menggunakan tangan komite sebagai celah untuk mengutip sumbangan. Karena alasan peningkatan mutu, honor tambahan jam mengajar-lah, dan seabrek alasan yang dibuat-buat lainnya. Semua sudah menjadi rahasia umum.
Orang tua siswa, apapun latar belakang mereka, biasanya tak kuasa berbuat banyak ketika sudah terjebak dan terpojok dalam rapat komite yang seakan-akan sangat aspiratif. Apa lagi, biasanya, selalu ada “pahlawan” di forum rapat yang seakan-akan rela berkorban jiwa-raga untuk kemajuan pendidikan.
Dan, memang inisiatif mengutip sumbangan biasanya terjadi atas dugaan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan ketua komite. Tapi, inisiatif pasti lebih banyak datang dari kepala sekolah. Apa lagi ketua Komite pasti masih canggung ketika berhadapan dengan lingkungan di sekolah.
Kepala sekolah pasti sadar bahwa yang dilakukan adalah sebuah pelanggaran. Makanya, dia selalu berlindung di belakang komite. Seakan-akan dia tidak tahu apa-apa.
Kepala SMAN 12 Surabaya saat dikonfirmasi tidak memberikan respon, berkali-kali dihubungi tidak di jawab.
Selain itu, di SMAN 12 Surabaya disinyalir melakukan jual beli buku pendamping dan LKS, padahal Larangan jual beli buku LKS juga diperkuat oleh Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020, bahwa Komite Sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah. Sebagai dampak positif larangan ini termasuk Meringankan Beban Keuangan Orang Tua Tutup...
(Ratno)
Social Footer