SIDOARJO - Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi yang menjerat Kepala Desa Kletek non aktif M.Anas (49) dan mantan Sekretaris Desa Kletek Ula Dewi Purwanti (45), pada Selasa (17/9/2024).
Desa Kletek Sidoarjo, kini berada dalam sorotan publik setelah lebih dari 60 warga berani mengungkap dugaan korupsi dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Warga melaporkan adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah perangkat desa, mulai dari RT, Kepala Desa hingga Sekretaris Desa. Alih-alih menerima sertifikat tanah yang dijanjikan, warga justru diminta membayar sejumlah uang yang berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 8 juta.
Agenda sidang pemeriksaan saksi sebanyak sepuluh di hadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Kisnu dari Kejari Sidoarjo, yakni Betty Kartikaningsih, Sutowanto, Hofiah, Mohammad Roby, Suswati, M.Romin Winarno, Mochamad Ilyas, Kaminah, Ruwiyah, Susila Budi Nuraini, untuk dimintai keterangan adanya punggutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh RT, Kepala Desa, dan Sekretaris Desa.
Seorang warga Dusun Losari, Betty Kartikaningsih, berbagi pengalamannya yang mencengangkan. Beti mengatakan dirinya dimintai uang Rp1 juta untuk melengkapi dokumen rumahnya, namun hanya diberikan selembar fotokopi sebagai bukti.
Parahnya lagi, ketika mengurus ahli waris untuk rumah almarhum suaminya, ia diminta membayar Rp2,2 juta. Meski akhirnya jumlah tersebut turun menjadi Rp500 ribu setelah negosiasi, praktik pungli tersebut tetap tidak terhindarkan.
"Kami merasa terzalimi. Bahkan biaya untuk mengurus KTP, KK, hingga surat kematian di desa ini bervariasi, tergantung kecepatan layanan yang diinginkan, dari Rp200 ribu hingga Rp600 ribu," ujar Beti penuh kecewa.
Tidak hanya Beti, kisah pilu juga dialami warga lain seperti Bu Pipit, yang terpaksa meminjam uang sebesar Rp4 juta dari Mekar untuk mengurus tanahnya. Banyak warga menyayangkan ketidakadilan ini, terutama ketika mereka mengetahui bahwa di desa lain, layanan serupa bisa diurus tanpa biaya tambahan.
Lebih dari 90 warga kini bersatu untuk membersihkan Desa Kletek dari praktik korupsi. Mereka menuntut transparansi dan pengembalian uang yang sudah mereka keluarkan.
Tuntutan paling kuat datang agar Sekretaris Desa, yang diduga menjadi dalang pungli ini, diberhentikan. Warga juga menyoroti gaya hidup mewah sang sekretaris yang dalam waktu kurang dari lima tahun sudah memiliki rumah bertingkat tiga dan mobil baru, padahal sebelumnya hidup sederhana.
Menurut Johan Sapto, LSM GMBI Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia Distrik Sidoarjo, yang turut mendampingi warga dalam kasus ini, mereka akan terus mengawal hingga kasus ini mencapai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Johan Sapto Kadiv Litigasi LSM GMBI Distrik Sidoarjo, menyatakan bahwa pihaknya memiliki banyak bukti, mulai dari kuitansi, bukti transfer, hingga catatan tulisan tangan yang menguatkan tuduhan ini.
"Ini adalah langkah awal bagi Desa Kletek untuk terbebas dari korupsi. Kami berharap, pengadilan tegak lurus terhadap keputusan kasus pungli ini, dengan adanya persidangan di Pengadilan Tipikor, warga dapat merasakan keadilan dan desa ini bisa bersih dari pungli, sehingga generasi mendatang dapat mengurus segala hal dengan mudah tanpa harus membayar pungutan liar," kata Johan.
Dengan proses hukum yang sedang berjalan, warga Desa Kletek berharap kasus ini menjadi momentum perubahan, menciptakan pelayanan publik yang lebih adil, bersih, dan transparan di masa depan.
(Ded)
Social Footer