Breaking News

Kejanggalan Penanganan Bukti Elektronik Dalam Kasus Antonius Anak Dari Lukminto: Tantangan Bagi Proses Hukum Yang Berkeadilan



CIANJUR — Kasus Antonius, yang saat ini tengah diadili di Pengadilan Negeri Cianjur dengan nomor perkara 262/Pid.Sus/2024/PN Cjr, membuka berbagai pertanyaan serius tentang keabsahan penanganan bukti elektronik. Antonius, yang didakwa melakukan aktivitas perjudian online, dihadapkan pada tuntutan pidana di bawah Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 303 KUHP. Namun, permasalahan dalam penanganan bukti serta kondisi mental Antonius menghadirkan pertanyaan mendasar mengenai validitas dan objektivitas dakwaan ini.


*Kondisi Psikologis Terdakwa dan Ketidaksesuaian Waktu Unggahan*

Lydia Oktavia adik Kandung terdakwa mengungkapkan :

Antonius diketahui mulai menjalani perawatan medis pada 16 September 2022 karena skizofrenia paranoid, dengan gejala berupa halusinasi dan delusi. Catatan medis menunjukkan bahwa kondisi Antonius tidak stabil pada tanggal kejadian yang diduga, yaitu 26 September 2022. Dalam sistem hukum Indonesia, gangguan mental yang serius bisa menjadi dasar bagi pengecualian tanggung jawab pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 KUHP. Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan apakah Antonius dapat sepenuhnya dimintai pertanggungjawaban.


Selain faktor psikologis, kasus ini juga menunjukkan ketidaksesuaian antara waktu penahanan Antonius dan waktu unggahan bukti elektronik yang dipersoalkan. Berdasarkan keterangan dari pihak Tokopedia, unggahan yang diduga terkait perjudian baru terjadi pada 4 Juli 2024, sedangkan Antonius sudah ditahan sejak 17 April 2024. Hal ini menimbulkan dugaan adanya kemungkinan rekayasa atau kesalahan dalam penanganan barang bukti. Ujar Lydia.


*Kejanggalan dalam Prosedur Penyitaan dan Digital Forensik*

Proses penyitaan dan analisis barang bukti elektronik dalam kasus ini juga menuai kritik. Barang bukti yang disita pada saat penangkapan tidak disegel sesuai prosedur standar. Penyegelan ini merupakan bagian penting dalam *chain of custody* untuk menjamin keamanan dan keaslian bukti. Namun, penyitaan barang bukti elektronik dalam kasus ini dilakukan tanpa penyegelan, membuka peluang terjadinya manipulasi. Selain itu, barang elektronik baru dikirim untuk digital forensik pada bulan Juli 2024, berbulan-bulan setelah penangkapan pada April, yang berpotensi merusak data dan memengaruhi keandalannya di pengadilan. Ujar Lydia.


Buku *Bukti Elektronik dalam Praktik Peradilan* oleh Dr. Eddy Army menyatakan bahwa keaslian dan integritas bukti digital sangat penting dalam persidangan. Penyimpangan seperti penundaan atau penyegelan yang tidak sesuai prosedur dapat menjadikan bukti digital tidak sah. Pada kasus Antonius, celah ini menjadi dasar pembelaan yang kuat dalam menantang keabsahan dakwaan.


*Kurangnya Ahli Forensik Independen*

Salah satu kekurangan lain dalam kasus ini adalah absennya ahli forensik independen yang seharusnya dilibatkan untuk memastikan objektivitas analisis data digital. Mengingat kompleksitas bukti elektronik dalam perkara pidana, keterlibatan ahli independen dapat menjamin bahwa analisis yang dilakukan tidak berat sebelah atau tidak berpihak. Hal ini juga sesuai dengan prinsip dalam praktik peradilan, di mana bukti elektronik yang tidak diverifikasi secara independen rentan dipertanyakan validitasnya. Ujar Lydia.


*Mempertimbangkan Pembebasan demi Hukum*

Melihat berbagai kejanggalan dalam penanganan barang bukti, ketidaksesuaian waktu unggahan, serta kondisi mental Antonius yang tidak stabil, pengajuan permohonan pembebasan demi hukum menjadi langkah yang logis. Bukti-bukti dan prosedur hukum yang cacat membuka peluang bagi Antonius untuk mengajukan pembatalan perkara demi hukum dan pembebasan dari seluruh tuntutan. Ujar Lydia.


Kasus ini menjadi cermin bagi tantangan serius yang dihadapi dalam proses penegakan hukum yang melibatkan bukti digital. Keberadaan barang bukti elektronik yang valid dan diperoleh dengan cara sah harus selalu diperhatikan demi terciptanya keadilan. Masih diperlukan reformasi mendalam dalam prosedur digital forensik, termasuk penyempurnaan pengawasan *chain of custody*, agar kasus seperti Antonius ini bisa dihindari di masa mendatang. Ujar Lydia


Dari sisi keluarga dan kuasa hukum Antonius, Bapak Advokat Donny Andretti, SH, SKom, MKom, CMd dari Subur Jaya Lawfirm - FERADI WPI, "keadilan bagi Antonius berarti melihat pengadilan negeri Cianjur mempertimbangkan bukti-bukti yang sah dan prosedur yang dilakukan sesuai standar hukum yang berlaku. Jika tidak, proses hukum ini berisiko menjadi tidak hanya tidak adil bagi Antonius anak dari Lukminto tetapi juga bagi masyarakat luas yang mendambakan keadilan sejati.


(Hum)

Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close