SIDOARJO - Kasus ini bermula, pada sekitar tahun 2022, sebagian warga yang telah membeli bangunan ruko tiga tingkat lantai empat diatas obyek tanah hak pengelolaan yang ada di jalan Semarang No.94 - 124, Surabaya mendapatkan *SOMASI* dari PT KAI Persero (Perumka) yang intinya menyatakan warga penghuni harus mengikuti syarat dari PT KAI apabila mau perpanjang HGB diatas HPL, yaitu membuat perjanjian dengan *sistem sewa menyewa*.
Bahwa mendapatkan somasi tersebut, tentu warga penghuni ruko di Komplek Pertokoan Semarang Indah di Jalan Semarang merasa keberatan, karena mereka memperoleh bangunan ruko tersebut pada 30 tahun yang lalu dengan cara membeli, bukan dengan menyewa. mereka merupakan Pembeli yang *beritikad baik* yang berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 531 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Dimana perlindungan hukum tersebut, sesuai dengan klausul Pasal 5 Akta Jual Beli antara Warga Penghuni Ruko dengan Developer saat itu yakni PT. Dutasura Suryatama. Yang mana di Pasal 5 tersebut memberikan jaminan bilamana warga penghuni ruko tersebut berhak untuk mendapatkan hak atas tanah dan atau bangunan tanpa gangguan ataupun tuntutan dari siapapun. Sehingga sebagaimana diketahui, perjanjian berdasarkan asas *Pacta Sunt Servada*, Pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, mengikat para pihak yang membuat'nya laksana undang undang.
Bahwa jika PT.KAI menyatakan merasa di rugikan, seharusnya PT Kai Persero (Perumka) mengajukan gugatan kepada PT. Dutasura Suryatama selaku Penjual bukan kepada Pembeli, karena PT Dutasura Suryatama lah yang menjual bangunan ruko kepada warga penghuni dan memberikan *jaminan* atas hak dan atas tanah serta bangunan kepada warga penghuni. Namun faktanya PT.KaI Persero (Perumka) tidak pernah melakukan gugatan kepada PT. Dutasura Suryatama. Hal ini secara tidak langsung membuktikan bilamana sebenarnya peralihan pemanfaatan tanah pengelolaan di Jalan Semarang Nomor 94 - 124, dari PT. Rungkut Sakti Fiber Wood kepada PT. Dutasura Suryatama diketahui dan dengan persetujuan daripada PT. KAI Persero (Dahulu Perumka).
Indikasi ini jelas terlihat dalam kronologi terbitnya Sertifikat HPL tertanggal 27 April 1994 yang dibuat oleh Kantor Pertanahan Surabaya yang diajukan di muka persidangan pemeriksaan persiapan pada tanggal 21 Agustus 2024, pada kronologi tersebut di sebutkan bilamana perjanjian jual beli antara PT Rungkut Sakti Fiber Wood dengan PT. Dutasura Suryatama, dibuat berdasarkan rekomendasi Izin Pemindahan Hak Nomor 103/PPT/PH/KP.01 tanggal 20/10/1994.
Bahwa fakta adanya rekomendasi tersebut diatas bila dikaitkan dengan surat keterangan daripada PT Rungkut Saksi Fiber Wood tertanggal 24 Februari 1997, dan Surat dari PT Dutasura Suryatama PT KAI Persero (Dahulu Perumka), jelas menunjukkan adanya hubungan hukum antara PT Dutasura Suryatama dengan PT. KAI Persero (Dahulu Perumka).
Dimana hukum itu timbul di dasarkan pada Pasal 11 ayat 2 Perjanjian KSO tanggal 26 April 1992.
Bahwa oleh karna warga penghuni membeli bangunan ruko tersebut dari PT Dutasura Suryatama maka secara tidak langsung warga penghuni ruko juga mempunyai hubungan hukum dengan PT. KAI. Persero (Dahulu Perumka).
Namun sehubungan PT KAI Persero (Dahulu masih Perumka), bukanlah Pemegang Hak Pengelolaan yang beritikad baik, maka pada saat warga mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan HGB diatas HPL pasca adanya somasi tersebut, secara diam diam, PT KAI Persero (Dahulu Perumka) mengajukan Gugatan Pembatalan Perjanjian KSO pada bulan Juni 2022 dan putus pada 21 September 2022. Yang mana terdapat itikad tidak baik tersebut terlihat dengan adanya manipulasi tahun pada nomor register perkara. Yang seharusnya adalah putusan perkara dengan register perkara Nomor : 681/G/2021/ PN Surabaya.
Seolah olah pembatalan perjanjian tersebut terjadi pada tahun 2021.
Padahal sesungguhnya, pembatalan perjanjian tersebut terjadi pada tahun 2022, dengan nomor registas perkara : 681/G/2022/PN.Sby.
Dugaan pemalsuan tahun nomor perkara tersebut oleh PT KAI Persero (Dahulu Perumka), dimaksudkan untuk memutus hak warga penghuni ruko untuk dapat perpanjang HGB diatas HPL berdasarkan Pasal 15 Perjanjian KSO tanggal 26 April 1992.
Dimana kemudian warga dipaksa untuk tunduk pada sistem sewa menyewa atas obyek bangunan yang berdiri di atas obyek tanah hak pengelolaan. Dimana apabila warga penghuni tidak mau tunduk dalam sistem sewa menyewa tersebut, maka bangunan ruko yang dibeli oleh warga penghuni akan diambil secara paksa oleh PT KAI Persero (Dahulu Perumka).
Pada perjalanan nya kemudian, PT KAI Persero (Dahulu Perumka) membuat perjanjian sewa menyewa dengan menyebutkan bila perjanjian tersebut dibuat atas dasar Asset Milik PT. KAI Persero (dahulu Perumka).
Halmana secara tegas para ahli baik dari Penggugat maupun ahli Tergugat, menyatakan hak pengelolaan bukan lah hak milik, dengan kata lain Pemegang hak pengelolaan hanya berhak untuk mengelola obyek tanah negara yang dikelola, bukan untuk memiliki obyek tanah negara tersebut, sehingga dalam mengelola obyek tanah negara yang dikelola harus tunduk pada peraturan perundang undangan yang ada, yakni memberikan hak atas tanah di atas hak pengelolaan, termasuk hak guna bangunan diatas hak pengelolaan yang saat ini dimiliki oleh warga Penghuni Ruko di Jalan Semarang Nomor 94 - 124, Kota Surabaya.
Menurut ahli Agus Sekatmadji secara terang dan jelas yakni ada perbedaan antara Hak Guna Bangunan dengan Hak Sewa Bangunan, dimana pada Hak Guna Bangunan berhak mendapatkan Sertifikat Sebagai tanda bukti hak atas bangunan, sementara Hak Sewa Bangunan, si Penyewa Bangunan tidak berhak mendapatkan. Sertifikat sebagai tanda bukti hak atas bangunan.
Bahwa dengan adanya fakta somasi daripada PT.KAI Persero (Dahulu Perumka), maka secara terang dan jelas, PT KAI Persero (Dahulu Perumka), bukanlah Pemegang hak pengelolaan yang beritikad baik karena menyalah gunakan hak pengelolaan yang diberikan Negara kepada nya, dengan cara memaksa warga penghuni ruko menjadi
*“penyewa bangunan”*
Padahal sebelumnya kedudukan warga penghuni adalah
*“pemilik bangunan”*
Maka selain fakta tersebut diatas, ada juga fakta hukum lainnya yang terungkap dalam persidangan sebelumnya bilamana ternyata, jangka waktu HGB diatas HPL yang dipegang oleh warga bermasalah. Dalam Sertifikat tersebut tercantum kalimat “masa berakhir HGB tanggal 25 April 2022, namun demikian dalam kolom tersebut juga tercantum kalimat HGB berlangsung dengan jangka waktu 30 (tiga puluh tahun)".
Jika apabila dihitung secara matematika, bila tanggal berakhirnya pada tanggal 25 April 2022 , maka untuk jangka waktu 30 tahun, masa berlakunya dihitung sejak tanggal 25 April 1992. Tentu tanggal masa berlaku ini menjadi persoalan tersendiri, dikarenakan PT KAI Persero (Dahulu Perumka) dari hasil persidangan baru memiliki SK HPL Nomor pada tanggal 1 Desember 1993 dan Sertifikat HPL pada tanggal 27 April 1994 atas obyek tanah negara di Jalan Semarang Nomor 94 - 124 Kota Surabaya, pada tanggal 1 Desember 1993 dan Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 01 / Kelurahan Bubutan pada tanggal 27 Desember 1994. Dan SHGB diatas HPL Nomor 491 atas nama PT. Rungkut Sakit Fiber Wood pada tanggal 23 Mei 1994 dan SHGB diatas HPL Nomor 496 atas Nama Rungkut Sakti Fiber Wood tanggal 22 September 1994, dan Sertifikat Pecahan atas nama PT. Dutasura Suryatama tanggal 17 November1994.
Sehingga bila mengacu kepada fakta tersebut, maka jelas dan terang tanggal masa berakhir 25 April 2022 adalah suatu indikasi penyesatan atau pun penggelapan fakta hukum.
Dan atas dasar indikasi adanya penyesatan hukum tersebut, maka sebelum ada nya mengenai masa berlakunya hak guna bangunan diatas HPL, maka SHGB diatas HPL warga penghuni Ruko belum berakhir dan masih mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan dalam rangka meningkatkan dan memperjuangkan hak nya sebagai pemilik bangunan sekaligus pembeli yang beritikad baik.
{Published by Jack'supit}
Social Footer